Kamis, 14 Oktober 2010

Awal Membangun Bisnis (3): Otak Kanan

Bermitra dengan Agus menyuntikkan harapan baru padaku. Saat itu juga kami mulai mengurus ke bank untuk mengatur ulang kredit dari rumahku. Jawabannya cukup positif. Semua bisa, apalagi cicilan rumahku tersisa kurang dari 2 tahun, sehingga pemotongan dari kucuran kredit baru tidak akan terlalu besar.
Tetapi kendala tetap ada, karena lokasi rumahku yang berada di luar wilayah kota tempat kami tinggal, sehingga kami harus mengurusnya ke daerah lain. Kendala pertama.
Meski tujuannya untuk menglokasi ulang kredit agunan rumahku, tetapi aku sebagai pemilik rumah, tetap harus memenuhi berbagai dokumen sebagai syarat administrasi. Sebenarnya aku bukan pemilik rumah yang baik, karena banyak dokumen yang aku abaikan selama memiliki rumah itu. Sebagai contoh, aku tidak pernah membayar PBB, sehingga aku tidak punya dokumen pembayaran PBB. Dokumen lain yang harus aku siapkan adalah slip gaji. Sudah dua tahun aku menjadi penganggur total, yang berarti aku tidak lagi punya slip gaji. Bisa saja aku membuat slip gaji fiktif dari perusahaan tempatku terakhir bekerja. Tetapi karena pihak bank biasanya melakukan konfirmasi ke tempat kerja, maka aku tak berani melakukannya. Pada sisi dokumen, aku tidak bisa memenuhi persyaratan yang diminta. Itu berarti kami tidak bisa mendapatkan dana segar dari kredit rumah. Kendala kedua.
Kami akhirnya menemukan jalan keluar bagi masalah pendanaan dalam investasi kami. Investor tetap berada pada sisi aku. Sebulan yang lalu salah satu kartu kreditku sudah aku selesaikan sehingga tidak ada masalah utang lagi, dan sudah diaktifkan kembali, sehingga aku bisa menggunakannya untuk berbelanja. Limitnya lumayan, Rp 18 juta. Kebetulan Agus punya teman yang punya bisnis gesek kartu kredit. Dengan kartu kredit itu, kami mendapatkan dana tunai Rp 17 juta, karena memang kartu kredit itu hanya aku pakai untuk membayar tagihan ponselku setiap bulan. Nilainya paling tinggi Rp 150 ribu.
Dari dana gesek tunai itu, kami dikenakan biaya administrasi 2,5%. Hasil hitunganku, biaya administrasinya cukup tinggi. Tapi kelonggaran pembayarannya juga cukup friendly, sehingga aku berani mengambil risikonya.
Kalau memang bisnis kami bisa berjalan, maka biaya administrasi plus cicilan pokoknya bisa kami bayarkan pada bulan berikutnya. Aman.
Seluruh dana segar itu aku serahkan sepenuhnya pada Agus. Pada saat itu, aku mempercayakan seluruh investasiku pada partnerku itu. Target bisnis kami adalah rumah makan, sebagaimana yang diangankan oleh Agus.
Kami memulainya pada pertengahan bulan Puasa. Saat yang tidak tepat untuk memulai sebuah rumah makan. Pada saat itu, kami sudah menyewa sebuah ruko. Tetapi semua harus menunggu hingga bulan puasa selesai.
Sambil menunggu, kami terus mengasah keberanian membangun bisnis dengan modal kecil melalui program motivasi, bertemu teman-teman Agus sesama siswa EU dan mencari peluang-peluang bisnis lainnya. Kami bahkan mulai memperluas usaha dengan membangun jaringan kerjasama dengan banyak orang. Beberapa calon mitra sudah kami dapatkan, antara lain, peluang masuk ke kantin sebuah universitas dan juga peluang membuka rumah makan di daerah lain.
Peluang yang datang bertubi-tubi membuat kami mulai keteteran menentukan arah yang jelas dengan rencana bisnis kami di awal. Apalagi semua menawarkan kemudahan. Tinggal ambil, dan action!
Di sebuah seminar motivasi, kami bertemu banyak orang, termasuk salah seorang alumnus almamater kami, Teknik. Namanya Yahya. Dia adalah adik tingkat tiga tahun di bawah kami. Aku sendiri tidak mengenalnya, meski saat dia masuk, aku masih aktif kuliah.
Dia mengalami masalah dengan keluarganya. Anak-anaknya membutuhkan perhatian yang sangat besar, sementara istrinya menolak untuk berhenti bekerja. Sehingga Yahya mengalah dan berhenti bekerja agar bisa menjaga anak-anaknya. Yahya juga adalah penganut otak kanan yang penuh semangat menggebu. Hanya saja kendala keluarga sehingga semangat menggebu itu hanya tersimpan di hati, sulit untuk direalisasikan.
Persis sama dengan kondisiku saat belum bertemu Agus. Hanya penuh dengan mimpi.
Obrolan kami yang panjang selama seminar sedang berlangsung membuat kami merasa, kami punya tujuan yang sama. Kami sama-sama punya mimpi untuk membangun bisnis sendiri, sehingga bisa mengatur waktu bekerja berdasarkan kebutuhan.
Mimpi Yahya adalah memiliki sebuah bengkel. Agus yang otaknya benar-benar berada di kanan semua, meyakinkan Yahya bahwa mimpinya bisa diwujudkan. Yahya akhirnya tertarik, sehingga jadilah, kami mengikutsertakan Yahya dalam kemitraan kami. Dengan tanpa modal dana. Dalam kemitraan ini, aku menjadi satu-satunya investor.
Bertambahnya satu orang mitra benar-benar semangat kami menjadi semakin menggebu-gebu. (**)

Selengkapnya......

Rabu, 13 Oktober 2010

Perjuangan Awal

Punya usaha sendiri,adalah impian setiap orang. Karena memiliki usaha sendiri, maka kita adalah boss-nya, kita sendiri yang mengatur jadwal kerja, penghasilan yang ingin diraih, dan pekerjaan yang ingin dikerjakan. Alangkah senangnya kalau kita mengerjakan pekerjaan yang kita senangi, sukai dan sangat minati. Hal itu mempermudah kita untuk menguasainya dengan baik, hingga menghasilkan karya yang terbaik. Contohnya adalah para penyanyi.
Para penyanyi mungkin pekerja yang paling berbahagia. Hobbi mereka justru mendatangkan kekayaan dan ketenaran. Alangkah senangnya, melakoni pekerjaan yang disenangi, eh, kaya dan tenar pula. Tak heran para penyanyi bisa sangat kreatif dan produktif, karena memang di situlah jiwa mereka.
Kenapa kita tidak memulainya juga? Kita pun dapat melakoni pekerjaan menjadi sumber pencaharian utama kita dimulai dari hobbi, atau sesuatu yang kita senangi. Bagaimana caranya?
Langkah Pertama
Kenali dirimu. Bagaimanakah kepribadianmu yang sebenarnya? Kamu suka santai? Lebih senang berada di tempat yang nyaman? Enggan berpikir terlalu keras? Atau sulit menemukan ide di kepala?
Atau kamu senang berbicara? Nonton film kartun? Atau sukanya baca komik dan main game?
Untuk mereka yang senang mengotak-atik motor, atau koleksi baju, akan lebih mudah diarahkan untuk mengembangkan hobbi mereka menjadi sesuatu yang dapat menghasilkan uang, bukan sebaliknya, hanya menghabiskan uang.
Tapi bagaimana dengan mereka yang nyaris tidak kelihatan hobbinya, seperti hanya berdiam diri di rumah dan nonton sinetron?
Jangan khawatir. Apa pun yang kita miliki pada diri kita, adalah modal utama yang dapat membuka akses pada dunia usaha. Hanya saja, memang perlu beberapa polesan di sana-sini. Dan untuk itu diperlukan kerja keras, agar sifat suka santai itu bisa dikreasikan hingga menghasilkan sesuatu.
Pada langkah ini, catatlah keinginan, impianmu, minatmu, kelemahanmu, kekuatanmu dan peluang-peluang yang ada di sekitarmu. Sebuah tabel akan membantu mengelompokkan ciri-ciri pada dirimu, sehingga akan lebih mudah untuk memilah-milah, yang mana yang perlu dibuang, mana yang perlu dipertahankan, dan mana yang harus ditingkatkan.

Selengkapnya......

Minggu, 10 Oktober 2010

7 Keajaiban Rezeki

Penulis: Ippho 'Right' Santosa

Bacalah!
Kalau buku lain menunjukkan bagaimana meraih kesuksesan, maka buku ini akan menunjukkan bagaimana mempercepatnya —kebetulan dengan pendekatan-pendekatan otak kanan dan sentuhan-sentuhan Islam. Anda boleh menyebutnya percepatan-percepatan, lompatan-lompatan, atau keajaiban-keajaiban. Terserah Anda. Pokoknya, intinya yah begitu. Apakah itu terkait keuangan, kesehatan, impian, prestasi, hubungan, jodoh, atau apa saja. Dan inilah pedomannya:

• Lingkar Pengaruh itu dimulai dari Lingkar Diri, Lingkar Keluarga, Lingkar Sesama, Lingkar Semesta, sampai Lingkar Pencipta. Istilah-istilah barusan mungkin membuat kening Anda sedikit berkerut. Yah, tidak perlu buru-buru minum Panadol. Karena Anda akan segera memahaminya begitu bersinggungan langsung dengan keajaiban-keajaiban yang tertera di buku ini. Dimulai dari halaman berikutnya.
• Kalau Anda berhasil menggenggam erat-erat tiga lingkar yang pertama, maka dengan sendirinya Anda akan berhasil menyentuh dua lingkar berikutnya, yang jauh lebih besar. Namun, hukum sebaliknya juga berlaku sepenuhnya. Kalau Anda mengabaikan Lingkar Diri, Lingkar Keluarga, dan Lingkar Sesama, maka Anda akan betul-betul terasing dari Lingkar Semesta dan Lingkar Pencipta. Pasti itu!
• Dan ternyata, hampir semua keajaiban yang tertera di buku ini bermula dari Lingkar Diri. Itu artinya, segala sesuatu memang bermula dari diri Anda sendiri. Tegas-tegas saya katakan, Andalah aktor utamanya! Anda-lah faktor penentunya! Jadi, jangan sampai Anda sibuk menengok ke luar dan lupa melongok ke dalam.
• Adapun Tujuh keajaiban itu adalah Sidik Jari Kemenangan, Sepasang Bidadari, Golongan Kanan, Simpul Perdagangan, Perisai Langit, Pembeda Abadi, dan Pelangi lkhtiar. Satu lagi, baiknya seluruh keajaiban dibaca secara berurutan, dari awal sampai akhir. Bukan lompat-lompat. Dan baiknya lagi, bonus hanya dipakai setelah Anda tuntas membaca buku ini.
• Beberapa keajaiban mungkin saling kait satu sama lain. Misalnya, soal impian, dapat Anda telusuri melalui Sepasang Bidadari, dapat juga melalui Pelangi lkhtiar. Demikian pula soal perdagangan, yang diulas dalam Simpul Perdagangan, juga dalam Perisai Langit. Tidak ketinggalan soal ikhtiar, disebut-sebut dalam Perisai Langit, namun juga diperbincangkan dalam Pelangi lkhtiar. Begitulah, seluruh keajaiban memang saling kait satu sama lain.
• Sejujurnya saya ungkapkan, seluruh keajaiban ini saya rengkuh dari pengalaman saya pribadi dan orang-orang di sekitar saya. setelah sedikit-banyak berhasil, saya pun berusaha untuk menemukan polanya. Merumuskannya. Dan tentu saja, mengujinya. Terhadap siapa? Kebetulan terhadap ribuan orang yang meminta saya untuk memberikan mentoring, coaching, atau sejenisnya. Rupa-rupanya mereka pun turut berhasil dalam tingkatan tertentu. Bahkan sebagian malah lebih cepat daripada saya. Berikutnya, yah giliran siapa lagi kalau bukan giliran Anda!
• Sebagian kecil orang akan mengalami sedikit penundaan keberhasilan. Sebenarnya sih ini adalah sesuatu yang wajar. Terkait ini, saya minta Anda untuk sedikit bersabar, sambil terus menjajal seluruh keajaiban satu per satu dan menyempurnakannya. Percayalah, sesuatu yang mengejutkan dan menakjubkan akan segera menyambar kehidupan Anda!
•Pada bagian akhir setiap keajaiban ada sub-bagian yang berbunyi 'Sekarang Apa yang Harus Anda Lakukan?' Ini maksudnya, Anda harus segera melakukannya. Saya ulang, se-ge-ra! Dan sebelum Anda benar-benar melakukannya, jangan Anda baca keajaiban selanjutnya. Ini penting! Karena jebakan kegagalan di sini adalah kalau Anda mempertanyakan atau menunda melakukannya. Sekecil apa pun! Saran terbaik saya untuk Anda, "Sudahlah, kali ini jangan banyak tanya, jangan banyak pikir! Lakukan saja segera!"
• Agar ini semua betul-betul terjadi sesuai yang diinginkan, seluruh keajaiban. — tanpa terkecuali — mesti Anda terapkan sepenuh hati. Meragukan salah satu keajaiban, itu sudah cukup mengantarkan Anda pada jurang kegagalan. Berdasarkan pengamatan saya, ada juga orang yang ragu-ragu dan pada akhirnya menerima akibatnya. Hati-hati! Jangan sampai ini terjadi pada Anda!

Selengkapnya......

Awal Membangun Bisnis (2): Partner

Di tengah kegamangan hidup dan frustrasi yang berkepanjangan, aku bertemu dengan seorang teman lama melalui jaringan pertemanan Facebook. Sebenarnya aku sudah bertemu dengan banyak orang teman lama. Tetapi teman yang satu ini, Agus, tiba-tiba menelepon, menawarkan kerjasama bisnis.
Pada saat aku sedang frustrasi, kehadiran seorang teman bicara yang topik yang sama-sama diminati, seperti mendapatkan segelas air dingin di saat kehausan di tengah padang tandus yang gersang. Aku menanggapinya, meski dengan ragu-ragu. Aku menemuinya di sebuah cafe, meski dengan rasa pesimis luar biasa.
Berdua kami mengungkapkan mimpi-mimpi besar kami di bidang bisnis. Aku dan dia punya keinginan yang sama, mimpi yang sama, tetapi kondisi keuangan yang sama. Sama-sama nol.
Aku sejenak frustrasi kembali. Aku terpaksa menolak ajakannya bekerjasama.
Bagaimana aku bisa menerima kerjasama dengannya? Dia menawarkan kerjasama di bidang kuliner, bidang yang sama sekali tidak aku minati.
Yang kedua, dia berharap investasinya dari aku. Darimana aku dapat uangnya?
Boro-boro berinvestasi, bayar utang kartu kredit saja aku pusing setengah mati.
Tetapi Agus tidak putus asa. Dia menjelaskan peluang-peluang bisnis yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang punya mimpi, dengan tanpa modal dana. Yang penting adalah modal keberanian! Modal Otak Kanan!
Agus adalah temanku saat kami kuliah di fakultas teknik jurusan teknik mesin. Dia tamat lebih dulu, dan langsung mendapatkan pekerjaan yang bagus di sebuah perusahaan pembiayaan. Kemudian dia berhenti dan memulai bisnis sendiri dengan kecil-kecilan. Bisnisnya konon tidak berjalan baik, sehingga dia kemudian beralih menjadi karyawan di sebuah perusahaan distributor minuman, hingga saat aku bertemu dengannya.
Sedangkan aku tamat karena dipaksa setelah hampir melewati batas waktu kuliah. Aku terlalu sibuk menjadi wartawan, saat sedang menjadi mahasiswa, sehingga kuliahku terbengkalai. Waktu itu aku diberi pilihan: Tamat sekarang atau DO!
Aku sempat berpikir, tidak usah menamatkan kuliahku. Toh pekerjaanku bagus. Aku menjadi wartawan di sebuah harian yang cukup besar. Gajiku lumayan, karena aku sudah bisa mencicil rumah. Tetapi oleh teman-temanku, aku dipaksa untuk memilih: Tamat Sekarang!
Akhirnya aku menuruti saran teman-temanku. Tamat saja, daripada nanti menyesal. Dan beberapa tahun kemudian, aku benar-benar bersyukur bahwa aku mengikuti saran teman-temanku. Aku tidak pernah jadi malu karena DO. Aku juga malah kepikiran untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, saat jenuh menjadi wartawan.
Dengan keputusan yang nyaris tak masuk akal, aku berhenti bekerja dari perusahaan media, dan memilih hijrah ke Jakarta untuk bersekolah S2.
Sayangnya, saat kembali dari Jakarta, aku pulang dalam keadaan terpuruk, tanpa uang, kecuali hutang dari dua kartu kredit.
Bertemu dengan Agus itulah yang kembali membangun semangatku, dan seolah membuka jalan bagiku untuk mewujudkan impianku, memiliki bisnis sendiri.
Terus terang, semangat Agus menjalar padaku. Dia rupanya sedang mengikuti pendidikan Enterpreneurship University (EU) milik Purdy E. Chandra, sebuah sekolah yang menggugah semangat bisnis anak-anak muda yang ingin mandiri. Agus sudah memiliki semangat itu, dan sekarang dia menularkannya padaku.
Ketika aku benar-benar bulat bahwa aku harus segera merealisasikan mimpi-mimpiku, aku mengutarakan pada Agus, kalau ada rumahku yang bisa diagunkan untuk mendapatkan modal awal. Dengan catatan, cicilan rumah itu harus dilunasi dulu, atau disambung cicilan. Karena peluang itu memang ada, maka jadilah. Hari itu juga kami berdua berikrar akan bermitra dalam membangun bisnis kami, berpartner mewujudkan mimpi-mimpi kami.
Aku berharap, semoga ini adalah awal dari perjalananku menggapai takdir baikku.(**)

Selengkapnya......

Senin, 26 Juli 2010

Bencikau Dia Padaku?

Dia kembali memberikan kekecewaan padaku. Setelah segala usaha yang aku lakukan, Dia sekali lagi hanya memberikan kegagalan padaku. Di saat aku justru sangat membutuhkan kepastian akan hidupku hari ini dan masa-masa selanjutnya, dan untuk keluar dari masalah yang tengah membelitku, Dia kembali menghempaskan diriku dalam gelombang kekecewaan, ketidakpastian, keputusasaan, dan kegamangan. Mengapa Dia selalu memberikan kegagalan padaku? Mengapa Dia tidak pernah menunjukkan jalan yang benar menuju takdir yang sudah Dia tentukan untukku? Mengapa Dia selalu memberikan jalan berliku yang penuh dengan kekecewaan dan ketakutan padaku?
Bencikah Dia padaku?
Aku mencoba menerima kegagalan ini dengan lapang dada. Pengalaman yang sudah-sudah membuat aku harus selalu siap untuk kalah, meski aku sudah mencoba upaya maksimal yang bisa aku lakukan. Mencoba segala daya dengan sisa energi yang paling akhir, dengan modal yang dikeruk dari lapisan kerak paling bawah, tapi ternyata pengorbanan itu sia-sia.
Saat ini, aku tidak tahu harus mulai dari mana untuk mencari jalan takdirku yang sebenarnya. Aku semakin tidak yakin pada diriku bahwa aku diberi takdir yang dapat memberikan kenyamanan pada diriku sendiri untuk menjalani hidupku sendiri.
Kegagalan yang bertubi-tubi ini telah mengendurkan semangat hidupku sendiri. Mengapa dia memberikan semua yang kubutuhkan pada orang lain yang tidak mempunyai masalah? Kenapa hanya kepada mereka diberikan, sedangkan kepadaku tidak?
Apa sebenarnya yang Kau inginkan terhadap diriku?

Selengkapnya......

Rabu, 17 Maret 2010

Photo Copy

Kalau melihat sepintas lalu, memulai bisnis photocopy akan membutuhkan investasi yang besar. Selain dibutuhkan tempat yang strategis, peralatan yang diperlukan juga cukup mahal. Bayangkan, biaya sewa tempat di lokasi yang strategis tentu saja tidak murah. Apalagi kalau yang disewa adalah ruko. Belum lagi peralatan. Satu unit mesin photocopy yang baru, harganya sekitar Rp 25 juta (2010). Sedangkan yang bekas, harganya masih berkisar Rp 15 juta. Belum lagi peralatan-peralatan lain yang dibutuhkan seperti pemotong kertas, staples besar, mobiler dan sebagainya. Terutama bila bisnis photocopy juga diikuti dengan layanan penjilidan. Bahan baku seperti kertas dan tinta juga membutuhkan modal yang tidak sedikit.
Tetapi dengan sedikit kenekatan otak kanan dan perhitungan otak kiri, bisnis photocopy dapat Anda miliki dengan modal kecil.
Kenekatan otak kanan sangat diperlukan untuk memulai sebuah usaha. Karena otak kanan lah yang membuat kita berani memutuskan, kita akan memulai usaha sendiri, atau tidak. Kalau Anda nekat, berarti otak kanan Anda bekerja dengan baik. Tetapi bila Anda sudah berhitung untung rugi sebelum memulai, itu berarti otak kiri Anda yang berkuasa.
Sekarang mari kita memulai dengan otak kanan. Putuskan sekarang juga bahwa Anda akan memulai bisnis photocopy!
Setelah memutuskan, barulah Anda menggunakan otak kiri, untuk menyusun target-target yang akan Anda capai, membuat perhitungan untung rugi, dan mempersiapkan langkah-langkah yang akan Anda lakukan. Kumpulkan semua peluang-peluang yang ada, mulai dari teman yang bisa diajak bekerjasama, modal kecil yang tersedia, dan peluang-peluang kerjasama yang bisa anda dapatkan.
Pertama-tama, mencari kenalan yang punya tempat yang bagus tapi tidak terlalu termanfaatkan. Tawarkan kerjasama bisnis dengan sistem sharing. Artinya, Anda tidak perlu menyewa tempat itu, tetapi keuntungan bersih dari omzet bulanan yang akan Anda bagi bersama si pemilik tempat. Berikan perhitungan-perhitungan yang lebih menguntungkan bagi si pemilik tempat, bila bekerjasama dengan Anda, dibandingkan bila dia menyewakan tempatnya.
Bila tempat sudah tersedia, maka Anda wajib mengisinya dengan peralatan yang dibutuhkan, yaitu mesin photocopy. Tetapi sebelumnya, buat survei pasar terlebih dahulu. Tidak perlu survei yang berat. Bisa dengan melihat lingkungan sekitar, Anda sudah bisa mengira-ngira peluang yang ada. Bila lokasi Anda berada di sekitar kampus atau sekolahan, berarti Anda berada di pasar yang tepat untuk bisnis photocopy.
Saat ini memiliki suatu barang cukup mudah dilakukan, karena cukup banyak perusahaan pembiayaan yang bisa membantu menyediakan kebutuhan dengan cara yang cukup mudah dan ringan, yakni melalui cicilan. Bila Anda menginginkan mesin yang baru, memanfaatkan perusahaan pembiayaan adalah langkah yang paling mudah. Tetapi sebelum Anda memutuskan membeli mesin baru, buatlah dulu perhitungan perkiraan omzet yang dapat Anda capai setiap hari, berdasarkan hasil survei pasar. Bila omzet bisa membayar cicilan mesin setiap bulan, Anda bisa memiliki sebuah mesin yang baru.
Bila tidak yakin dengan nilai omzet yang cukup, Anda bisa menyewa atau mencicil mesin bekas. Untuk itu, Anda harus rajin mengunjungi usaha-usaha photocopy milik teman. Mungkin mereka memiliki mesin yang bisa dipindahkan ke tempat Anda, atau punya informasi tentang mesin bekas yang dijual murah.
Bila Anda harus membeli mesin bekas, berarti harus ada modal dana yang tersedia. Bila tidak punya, ajaklah seorang atau lebih teman untuk patungan dan bekerjasama.
Kesuksesan bisnis, selalu berawal dari kerjasama dengan orang lain yang dapat dipercaya. Atau bila pemilik mesin bekas bisa mempercayai Anda, Anda dapat membayar mesin itu secara mencicil, dari hasil pendapatan usaha.
untuk selanjutnya, silahkan lanjutkan keberanian Anda untuk mengembangkan bisnis photocopy milik Anda sendiri!

Selengkapnya......

Senin, 15 Maret 2010

Awal Membangun Bisnis (1): Gamang

Ingin punya bisnis sendiri adalah mimpiku sejak lama. Keinginan itu begitu menggebu-gebu, sehingga kadang-kadang aku tak bisa tidur karena memikirkannya. Setiap pagi, saat bangkit dari tempat tidur, aku selalu bersemangat, dan selalu mengulang-ulang kalimat "Aku harus mulai hari ini..! Aku harus mulai hari ini..!" dengan penuh semangat.
Tetapi punya semangat saja ternyata tidak cukup. Ketika hari sudah semakin tinggi, secara perlahan semangat itu memudar, meleleh oleh sinar matahari yang semakin panas. Saat itu aku hanya bisa duduk termangu di depan laptop kecilku, satu-satunya modal yang aku punya.
Selama beberapa bulan aku mengalami hari-hari seperti itu, hingga pada akhirnya aku bosan, bahkan merasa gamang. Aku merasa sangat sia-sia membangun semangat yang semu setiap pagi, tapi tidak pernah ada realisasinya.
Aku tak tahu bagaimana harus memulai mewujudkan mimpi itu. Aku tak punya modal. Satu-satunya modal yang kumiliki, hanyalah satu unit laptop, scanner dan printer. Sisanya adalah semangat. Aku bahkan tidak tahu bisnis apa yang ingin aku bangun, tidak punya perencanaan, tidak punya modal tunai dan tidak punya teman sama sekali.
Benar-benar kosong.
Sebenarnya aku tidak bisa bilang aku benar-benar kosong. Tingkat pendidikanku sangat memadai. Aku adalah sarjana teknik dan magister di bidang ekonomi. Pengalamankerja sebagai wartawan dan hobbi menulis sangat bagus dalam menunjang kegiatanku. Tetapi umur yang sudah 40 tahun, membuat hidupku terasa gamang. Usiaku terlalu tua. Pada saat yang sama, aku sudah tidak punya pegangan hidup. Aku pengangguran 100%. Untungnya aku masih lajang, sehingga tidak beban yang harus kubiayai.
Dari seorang karyawan yang bergaji Rp 8 jt/bulan pada tahun 2008, menjadi pengangguran yang tidak punya kegiatan apa-apa, adalah perubahan hidup yang sangat berat. Aku frustasi. Apalagi yang tersisa padaku adalah hutang dari dua kartu kredit yang melampaui limit, sementara aku tidak punya uang lagi untuk mencicilnya. Belum lagi tagihan kredit rumah yang belum lunas dan motor yang setiap bulan masih harus kubayarkan. Total-total, aku harus membayar sedikitnya 4,6 juta setiap bulan untuk mencicil pokok tagihan dua kartu kredit, serta tunggakan cicilan rumah dan motor. Dan seluruh kewajiban itu harus dibayarkan setiap bulan, tanpa ada toleransi waktu lagi.
Satu-satunya yang tersisa adalah semangat bahwa aku harus keluar dari lingkaran hitam ini. Harus!
Caranya adalah, membangun bisnis sendiri.
Tetapi ternyata itu tidak mudah.
Hobbiku membaca hanya memperparah kondisi psikisku, karena rasa iri semakin bertumpuk-tumpuk ketika membaca kisah sukses seorang pengusaha. Kenapa dia bisa, aku tidak?
Buku-buku maupun artikel yang kubaca sama sekali tidak membantu dalam memberi ide, bisnis apa yang harus aku bangun dan bagaimana memulainya. Sebenarnya aku punya banyak keinginan. Banyak sekali bisnis yang ingi kumiliki. Kemudian aku memcoba membuat daftar bisnis yang sangat ingin kumiliki dengan alasan-alasannya, seperti berikut:
1. Percetakan dan Penerbitan; karena akus suka menulis, dan punya pengalaman sebagai
2. Bidang komputer: desain grafis dan programming; karena aku suka bidang komputer dan sedikit menguasainya dengan belajar otodidak.
3. Produk souvenir; karena aku suka sekali membuat kerajinan. Saat itu, aku sudah punya ide membuat souvenir dengan bahan baku kertas.

Itulah tiga bisnis sangat ingin aku miliki.
Tetapi aku dihadapkan pada masalah lain, aku tidak punya modal uang. Bahkan dengan utang-utang kartu kredit tersebut, boleh dibilang hidupku saat ini minus luar biasa.

Berbulan-bulan aku menjalani hidup dengan frustasi. Punya semangat, tetapi tidak punya jalan keluarnya. Entah kenapa, otakku serasa beku oleh segala masalah yang sedang kuhadapi. Para debt collector dari dua bank yang menerbitkan kartu kreditku mulai mengeluarkan ancaman, bahkan sampai ke rumah. Hingga kedua orangtuaku tahu masalah keuanganku. Aku semakin frustrasi karena ibuku mulai menangis ketakutan dengan acaman-ancaman para debt collector itu. Ayahku yang memang sangat temperamental, semakin suka marah dan memaki-maki, bukan hanya memaki-maki aku, tetapi ibu lah yang lebih sering menjadi korban makiannya setiap kali telepon dari para debt collector datang ke rumah.
Aku benar-benar berada di puncak rasa frustrasi.
Pada saat itulah aku mulai menggugat Tuhan. Aku sangat kecewa pada Tuhan, karena merasa memberikan hidup yang tak jelas statusnya padaku.
Selama beberapa tahun, ibadah tak lagi bermakna buatku. Aku meninggalkannya, benar-benar meninggalkanNya. Kalaupun aku melaksanakan ibadah, hanya di depan teman-temanku. Tetapi di hatiku penuh dengan rasa amarah dan kecewa pada Tuhan, dan ingin menjauhiNya. Meski jauh di lubuk hatiku, aku merasa bahwa sikapku pada Tuhan adalah hal yang salah. Dan aku juga selalu merasa takut, Dia akan melaknatku dengan sikapku yang sombong padaNya.
Satu pertolongan – pertolongan dari Tuhan yang tak pernah kusadari dan tidak mau kuakui—datang padaku. Stressnya ibu dengan teror dari para debt collector membuatnya meminta bantuan kakak sulungku untuk menyelesaikan masalahku. Kakakku dengan tanpa rasa berat sedikitpun, langsung menyanggupi. Dia meminjamkan uang padaku dalam jumlah yang cukup besar bagiku, meski sebenarnya belum sepenuhnya menyelesaikan utang
Dengan uang pinjaman itu, aku menyelesaikan utang salah satu kartu kreditku, sedangkan kartu kredit yang satunya lagi hanya bisa kubayarkan setengah dari total utang yang ada. Karena aku masih harus menyelesaikan tunggakan cicilan rumah juga.
Paling tidak, dengan bantuan pinjaman itu, teror dari para debt collector berhenti. Ibu kembali tenang, aku juga sedikit bernapas lega. Setelah penyelesaian sebagian utang-utang itu, aku masih punya kewajiban membayar sekitar Rp 2,5 jt/ bulan. Berarti kewajibanku masih tetap besar, meski aku masih ada toleransi waktu yang lebih longgar.
Semangatku untuk bangkit kembali tetap membara di dalam hatiku. Dengan ada atau tidak ada Tuhan bersamaku, aku tetap berusaha untuk mengembalikan hidupku yang sebenarnya. Pada saat itu, aku merujuk pada orang-orang atheis, yang bahkan tidak percaya percaya pada Tuhan, akan berhasil mencapai sesuatu dengan bekerja keras.
Pada saat itu, aku berpikir bahwa setiap manusia sudah memiliki garis hidupnya. Setiap manusia sudah menggenggam takdir baiknya, saat dia terlahir di dunia. Bagaimana manusia itu menemukan takdirnya, adalah yang harus dilakukan, harus ada usaha untuk mengetahuinya.
Ada orang yang menemukan takdir baiknya dengan cepat. Tetapi ada orang yang harus bersusahpayah mencari jalan untuk menemukan takdir baiknya. Aku selalu berpikir bahwa mungkin aku berada pada kelompok kedua, yaitu orang yang harus bersusah payah terlebih dahulu untuk bisa menyatu dengan takdir baiknya.
Namun perjalanan waktu membuatku frustrasi. Aku menggugat Tuhan karena dia memberikan waktu yang terlalu lama bagiku untuk menemukan takdir baikku. Bahkan di usia yang 40 tahun, aku bahkan belum tahu seperti apa takdir baikku. Atau apakah aku sebenarnya tidak punya takdir baik?
Berbulan-bulan, bertahun-tahun, aku menjalani hidup yang gamang. Satu-satunya yang membuatku tetap ingin hidup adalah semangat bahwa aku harus membuktikan diri pada orang lain bahwa aku bukan orang yang tak berguna.(**)

Selengkapnya......
 
Kehidupan Manusia